doc.matas 24. TENTANG DAM HAJI
Oleh Jubir Matas pada 1 Mei 2014 pukul
5:47
TENGTANG DAM HAJI
Lancenk Keramat
asslm alkm ustd n
ustdz
m0 tanya nch thowaf
ifadoh itu apa,,, trus klo melanggar salah satu wajibnya haji maka wajib bayar
dam nah klo yg di tinggal 2 wajibnya haji gmn cara bayar damnya apa beda2 damx
mksh ustd n ustdz m0ngg0 di jwab
Lutfi Jaya
wa'alaikum salam
warohmah...saya akan menjabarkan tentang dam mudah-mudahan berguna dan manfaat
bagi kita semua amin... bismillahirrohmanirrohim Dam sifatnya ada yang sunnah
dan ada yang wajib. Jamaah haji rata-rata terkena kewajiban dam sebab
melaksanakan haji tamattu’. Dam atau denda sudah ada sejak adanya ritual ibadah
haji. Ibadah haji merupakan ibadah yang dilakukan sejak zaman Nabi Ibrahim yang
dilaksanakan sampai sekarang. Namun haji kala itu disalahgunakan untuk
berbangga-bangga dan memamerkan sukunya, sehingga pada saat permulaan haji
sudah ada dam.
Dam menurut bahasa
artinya adalah mengalirkan darah dengan menyembelih binatang qurban yang
dilakukan di tanah suci pada saat melakukan ibadah haji. Dalam Al-Qur’an di
sebut Al-Hajju.
Perilaku yang membuat
kita terkena dam
Pelaksanaan ibadah
haji itu ada tiga cara, yakni Ifrad, Qiran dan Tamattu’. Begitu juga dengan
pelaksanaan dam itu ada yang sunnah ada yang wajib.
Haji Ifrad merupakan
pelaksanaan ibadah umrah yang setelah melakukan kewajiban haji maka disunatkan
untuk menyembelih qurban. Biasanya haji ini dilakukan oleh jama’ah Indonesia
yang datang dengan kelompok terbang (kloter) akhir, sehingga saat tiba disana,
mereka langsung bisa melaksanakan haji, setelah melaksanakan haji, mereka
menunggu kepulangan dengan melaksanakan umrah.
Sementara yang wajib
mengeluarkan dam adalah jika kita melakukan 5 hal sebagai berikut:
1. Haji qiran, yakni
proses ibadah haji dan umrah yang dilakukan bersamaan. sehingga seluruh ritual
yang dijalani, seperti ihram, thawaf, sa’i, melempar jumrah atau mabit
diniatkan untuk haji dan untuk umrah. Begitu juga dengan kewajiban-kewajiban
yang lain. Kecuali saat wukuf yang merupakan kewajiban haji.
Pelaksaanaan Haji ini
wajib mengeluarkan dam.
2. Haji tamattu’, haji
ini kebanyakan dilakukan oleh orang-orang Indonesia. Saat mereka datang di Arab
Saudi, disana belum waktunya untuk melakukan ibadah haji sehingga mereka
biasanya melakukan ihram untuk umrah, langsung dari miqatnya. Setelah selesai
melaksanakan ihram dan berakhir pada tahallul atau memotong rambut, maka para
jamaah ini menunggu sampai tiba waktunya haji pada hari Tarwiyah dan Arafah pada
tanggal 8-9 Dzulhijjah. Dan mereka melaksanakan ihram lagi untuk proses ibadah
haji. Sehingga para jamaah ini melakukan 2 kali ihram. Proses haji tamattu ini
wajib untuk mengeluarkan dam.
3. Meninggalkan
kewajiban haji, seperti melempar jumrah, ihram tidak dilakukan dari miqat.
Tidak melaksanakan wukuf di padang arafah dari pagi sampai malam. Datangnya
jamaah haji bisanya tanggal 8 malam 9 dzulhijjah dan menunggu sampai siang
arafah sampai malam 10 dzulhijjah. Juga dengan mabit di Mina atau Mudzdalifah,
jika tidak dilaksanakan maka terkena dam. Juga bila tidak melaksanakan thawaf
wada’ maka harus didenda.
4. Melanggar larangan,
seperti memakai wewangian saat haji, yang boleh adalah sebelum ihram. Lalu
bercukur atau tahallul belum waktunya, maka wajib mengeluarkan dam.
5. Melakukan jinayah,
atau tindak pelanggaran kriminal di tanah haram, seperti mengganggu binatang
waktu ihram, atau saat ihram memotong tanaman disana.
Besaran Dam
Sementara itu untuk
besaran dari dam yang harus keluarkan oleh para jamaah haji adalah minimal
senilai dengan satu ekor kambing. Tapi jika ingin lebih afdhal, maka bisa
mengeluarkan satu onta. Satu onta ini merupakan perwujudan dari dam atau denda
yang dikeluarkan bisa dikeluarkan oleh 7 orang.
Dam ini diserahkan
kepada pemerintah di tanah haram dalam bentuk hewan sembelihan yang akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan kaum faqir miskin ditanah haram. Akan tetapi
karena hewan sembelihan Dam ini terlalu banyak dan melimpah, maka boleh
didistribusikan kepada Negara lain yang membutuhkan. Akan tetapi syariatnya
hewan dam harus disembelih disana dan dikonsumsi oleh kaum fakir miskin disana
(Arab Saudi).
Melimpahnya hewan
qurban ini, karena pada dasarnya setiap jamaah haji dari penjuru dunia
mengeluarkan dam, meski tidak terkena kewajiban dam seperti haji Ifrad mereka
juga ingin mendapat pahala kesunnahan dam ini. Sehingga mereka juga tetap
menyembelih hewan qurban. Terlebih lagi di Arab Saudi terdapat Bank yang
mengurusi pengumpulan uang dam untuk dibelikan hewan ternak. Baik yang resmi
maupun yang tidak.
Daging dari hewan dam
ini tidak hanya dibagikan kepada fakir miskin, tapi juga bisa sepertiga dimakan
sendiri oleh si penyembelih. Jadi kita punya hak untuk memakan sepertiga daging
hewan kurban tersebut.
Dikalangan jamaah haji
Indonesia, dam ini terkadang ada yang dikoordinir, sebab rata-rata jamaah haji
Indonesia memang melaksanakan haji Tamattu’. Sehingga hasil pengumpulan uang
dam tadi kemudian dibelikan hewan ternak dan disembelih di tanah haram.
Kewajiban yang tidak
bisa membayar dam
Membayar denda menjadi
kewajiban yan tidak bisa ditinggalkan meskipun jamaah haji tersebut tidak
memiliki harta yang mencukupi. Islam memberikan keringanan dengan menggantinya
puasa selama tiga hari di tanah haram dan tujuh hari di tempat asal.
Lutfi Jaya
bismillahirrohmanirrohim.
Thowaf Ziyaroh atau Thowaf Ifadhoh
ialah Thowaf yang
merupakan salah satu rukun haji yang telah disepakati. Thowaf ini biasa disebut
thowaf ziyaroh atau thowaf fardh. Dan biasa pula disebut thowaf rukn karena ia
merupakan rukun haji. Thowaf ini tidak bisa tergantikan. Setelah dari ‘Arofah, mabit
di Muzdalifah lalu ke Mina pada hari ‘ied, lalu melempar jumroh, lalu nahr
(melakukan penyembelihan) dan menggunduli kepala, maka ia mendatangi Makkah,
lalu thowaf keliling ka’bah untuk melaksanakan thowaf ifadhoh. demikian seoga
bermanfaat amin.
Ummu Rafifah
Maaf Ustadz dlm
keterangan nmr 3 kok tdk melaksanakan wuquf di Arofah, kan wukuf di Arofah
merupakan rukun Haji yg apa bila ditinggalkan tdk dapat di ganti dg DAM..maaf
sy kurang faham
Lutfi Jaya
menanggapi
pertanyaan Ummu Rafifah tentang pembahasan nomor tiga di atas..( tentang Wukuf
) Salah satu rukun utama haji ialah wukuf di Padang Arafah. Hikmah di balik
ritual ini ialah sebagai peringatan terhadap segenap manusia akan keberadaan
padang Mahsyar.
Wukuf di Arafah adalah
replika untuk peristiwa saat seluruh anak Adam, berkumpul di Mahsyar untuk
menunggu gilirang perhitungan amal (hisab).
Para ulama bersepakat,
bila wukuf pada 9 Dzulhijah tersebut ditinggalkan, haji seseorang dianggap
tidak sah. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi, “Haji itu
adalah wukuf di Arafah.” (HR Nasai dan Tirmidzi).
Sedangkan waktu wukuf
ialah ketika matahari tergelincir atau bergeser dari tengah hari (kira-kira
pukul 12.00 waktu setempat).
Ada banyak amalan
sunah yang di anjurkan selama wukuf, seperti pelaksanaan khutbah dan
memperbanyak doa. Lantas, bagaimana bila seorang Muslimah karena faktor
tertentu terkendala menunaikan wukuf?
Syekh Kamil Muhammad
Uwaidah memaparkan permasalahan ini dalam bukunya yang berjudul “Fiqih Wanita”.
Menurut dia, ketidakhadiran Muslimah yang berhaji saat prosesi wukuf dapat
dikategorikan menjadi empat klasifikasi utama.
Kategori yang pertama
ialah bila yang bersangkutan sama sekali tidak mengikuti ritual wukuf hingga
akhir pelaksanaannya, yaitu akhir malam sebelum fajar hari berikutnya tiba.
Tidak ada perbedaan pendapat soal kasus ini. Para ulama sepakat, ia dianggap
telah tertinggal hajinya.
Sahabat Jabir bin
Abdullah pernah mengatakan, haji itu berakhir sampai terbit fajar pada malam
pertemuan (malam singgah di Muzdalifah, yakni malam Nahar).
Abu Zubair menanyakan
kepada Jabir, apakah pernyataan itu juga pernah ditegaskan oleh Rasulullah?
Jabir menyatakan, hal yang sama juga ditekankan oleh Nabi. Hadis riwayat Nasai
dan Abu Daud di atas juga menjadi landasan yang kuat perihal tidak sahnya haji
bila tertinggal wukuf.
Kategori pendapat yang
kedua menyatakan mereka yang tertinggal hajinya lantaran tidak berwukuf, boleh
menyempurnakan dengan mengerjakan thawaf, sai, dan bertahalul.
Sedangkan kelompok
ketiga berpandangan bahwa yang bersangkutan hendaknya meneruskan haji yang
telah rusak tersebut. Ini seperti yang disuarakan oleh Imam Al-Muzni.
Ia berpendapat, orang
yang tertinggal wukuf harus mengerjakan semua amalan haji. Ia beralasan,
gugurnya kewajiban karena waktunya terlewat, tidak menghalangi untuk
mengerjakan serangkaian amalan yang masih tersisa.
Imam Syafi’i
meriwayatkan pendapat Umar bin Khatab atas kasus Abu Ayub yang absen melakukan
salah satu manasik.
Umar menyuruh Abu Ayub
agar mengerjakan manasik yang lazim dalam umrah, lalu segera melengkapinya
dengan tahalul. Bila memungkinkan untuk berhaji tahun mendatang, berhajilah dan
sembelihlah hewan.
Sebuah hadis riwayat
Ahmad dan Muslim menegaskan pula bahwa orang yang tertinggal hainya, ia harus
membayar dam lalu menjadikan ibadahnya tersebut sebagai umrah. Dan, hendaknya
yang bersangkutan menunaikan kembali hajinya tahun depan.
Menurut kelompok yang
keempat, wanita yang tertinggal hajinya wajib mengganti pada tahun mendatang.
Baik amalan yang terlewat tersebut adalah amalan wajib maupun sunah. Pendapat
ini disuarakan oleh Imam Malik, Syafi’i, dan Ashab Ar-Ra’yi.
Mayoritas sahabat dan
ahli fikih mengatakan, mereka yang terlewat hajinya perlu menyembelih kurban.
Mereka berargumentasi dengan hadis Rasulullah tentang perempuan yang berhaji
lebih dua kali.
Dalam hadis itu,
Rasulullah menyatakan si perempuan harus membayar denda karena tertinggal
hajinya secara keseluruhan. Hal ini berbeda dengan pandangan Ashab. Ia
mengatakan, yang bersangkutan tidak menyembelih kurban.
Guslik An-Namiri
Afwan, biar simpel saja kepada Ummu Rafifah@, yang dimaksud Ustad Lutfi Jaya
diatas adalah bukannya tidak berwuquf, akan tetapi orang orang tersebut ber
Wuquf dipadang Arafah, namun ia keluar atau meninggalkan Arafah sebelum
terbenam matahari, jadi orang tersebut hukum hajinya sah tetapi harus
menyembelih kambing sebagai pelanggaran menurut jumhur ulama. Keterangan dalam
kitab Fiqhul Islam:
ويجب عند الجمهور (الحنفية
والمالكية والحنابلة) الوقوف إلى غروب الشمس، ليجمع بين الليل والنهار في الوقوف
بعرفة، فإن النبي صلّى الله عليه وسلم وقف بعرفة حتى غابت الشمس، في حديث جابر
السابق. وفي حديث علي وأسامة: «أن النبي صلّى الله عليه وسلم دفع حين غابت الشمس»
فإن دفع قبل الغروب فحجه صحيح تام عند أكثر أهل العلم، وعليه دم.
MUSYAWWIRIN :
Member Group
Majlis Ta'lim Assalafiyah ( MATAS )
PENELITI : (1). Ustadz
Alfin Jayani (2). Ach al faroby (3). Ustadz Sultoni Arobbi (4). Ustadzah Naila
Mazaya Maya (5). Ustadz Abu Shafa (6) Ustadz Abdul Ghafur Masykur (7) Ustadzah
Mariyatul Qibtiyah 8. Ustad Alan Rush 9. Ustad Lutfijaya
EDITOR : Ustadz Sultoni
Arobbi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar